Minggu, 04 Desember 2011

SatuDunia, Jakarta. Maraknya reklamasi pesisir pantai Indonesia membuat  masa depan lingkungan pesisir dan kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut makin runyam

Saat ini nasib pesisir Indonesia menghadapi ancaman serius. Reklamasi pantai yang mengancam keseimbangan alam serta menyingkirkan nelayan dari ruang hidupnya makin masif dilakukan. Di pulau Jawa, reklamasi terjadi di Jakarta, Semarang dan Pantai Kenjeran Suarabaya. Di luar pulau Jawa juga marak. Seperti pembangunan Padang Bay City di Sumatera Barat, juga di Teluk Lampung.
Di kawasan tengah dan timur Indonesia,  reklamasi terjadi diTeluk Balikpapan, Kalimantan Timur; Pantai Losari dan Pantai Buloa, Sulawesi Selatan; Pantai Kalasey dan Teluk Manado di Sulawesi Utara; Teluk Tolo dan Palu, Reef Tiaka dan Bahodopi hingga jalan lingkar Kota Toli-Toli dan Palu Donggala di Sulawesi Tengah; Teluk Kendari, Teluk Bau-Bau, dan Menui, Kepulauan Sulawesi Tenggara; dan, kawasan Pantai Manakara di Sulawesi Barat.
Juga di Pulau Serangan dan Pantai Mertasari, Bali; Pulau Ternate dan Tidore, Maluku Utara; pelabuhan tambang PT. NNT Tanjung Luar NTB; dan Teluk Kupang, NTT. Dan yang sedang direncanakan di Teluk Kendari, penimbunan sempadan pantai untuk kebutuhan pelabuhan pertambangan, rencana reklamasi Pantai Ampenan dan pembangunan Mandalika Resort di Nusa Tenggara Barat.
Proyek reklamasi ini didukung oleh paket Kebijakan, yakni: UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing; UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang; UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Diperluas melalui upaya pencabutan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pembaruan Agraria yang tegas menjamin hak demokratis rakyat atas sumber-sumber agraria dengan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
Reklamasi pantai telah mengubah bentang alam dan aliran air  di kawasan tersebut. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut (rob) dan ancaman dampak perubahan iklim.
Dampak sosial ekonomi yang paling terasa adalah intimidasi dan pengusiran terhadap nelayan di seluruh wilayah yang terkena proyek reklamasi. Nelayan tradisional tergusur dari sumber-sumber kehidupan dan hilangnya akses nelayan melaut—berujung pada meningkatnya kantong-kantong kemiskinan di kawasan kota-kota pesisir. 
Pemerintah saat ini tidak mempunyai kepedulian akan masa depan lingkungan pesisir dan kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Sikap pembiaraan pemerintah terhadap pelaku kejahatan lingkungan di perairan pesisir makin sering terjadi. Pencemaran limbah di pesisir kota terus terjadi secara masif dan tidak pernah ditanggunglangi secara secara serius.
Dalam catatan KIARA, Sedikitnya 23.281.799 ha perairan di Indonesia terpapar limbah yang memicu matinya biota laut dan hilangnya ikan. Hal ini diperparah dengan kerusakan hutan bakau yang terjadi hampir di semua pesisir, dan berdampak pada sulitnya nelayan untuk mendapatkan hasil tangkap yang maksimal.
Masyarakat Sipil mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menolak Kebijakan perampasa ruang rakyat dan reklamasi pantai Indonesia. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar