Minggu, 04 Desember 2011

Dibalik Bencana Lumpur Lapindo

Lumpur Lapindo merupakan hal yang tak asing bagi masyarakat Indonesia, terutama warga Jawa Timur, khususnya warga Porong, Sidoarjo yang terkena dampak langsung dari bencana tersebut. Penyebab bencana ini masih diperdebatkan sampai sekarang, dimana masing-masing pihak yang terkait memiliki argumen masing-masing tentang penyebab bencana yang telah menghilangkan tempat tinggal dan pekerjaan ribuan warga Porong, Sidoarjo. Sebagian pendapat mengatakan bencana lumpur Lapindo ini akibat kesalahan pihak Lapindo Brantas sebagai perusahaan yang mengeksplorasi minyak, dimana pihak Lapindo dianggap tidak melakukan proses pengeboran yang sesuai dengan standart operasional yang ada, namun ada pakar yang mengatakan bencana ini berkaitan dengan adanya bencana gempa bumi yang melanda Jogjakarta beberapa hari sebelumnya.
Kasus lumpur ini telah menimbulkan berbagai persoalan bahkan bukan hanya bagi warga porong, tapi bagi masyarakat jawa timur di wilayah surabaya, sidoarjo dan sekitarnya. Bencana lumpur itu telah menimbulkan kemacetan yang parah pada jalur utama surabaya-malang, sehingga pasokan barang dari surabaya ke malang dan sebaliknya mengalami kendala, sehingga hal ini sangat merugikan secara finansial bagi kegiatan usaha disekitar surabaya dan malang. Kemacetan lalu-lintas ini juga membuat warga menjadi lebih lama di jalan sehingga warga selalu terjebak kemacetan. Hal ini tentu saja membuat warga menjadi tidak nyaman dan meningkatkan kecelakaan lalu-lintas di daerah tersebut. Bencana lumpur ini bahkan bukan saja membuat kemacetan tapi juga beberapa kali menimbulkan kerusakan terhadap sarana transportasi akibat melubernya lumpur kebadan jalan, sehingga kadang-kadang aparat terpaksa mengalihkan jalur surabaya-malang dengan rute alternatif.
Masalah pokok yang dihadapi masyarakat korban bencana ini adalah kehilangan rumah tinggal dan mata pencaharian mereka. masyarakat korban lumpur kebanyakan tinggal di tempat pengungsian dengan kondisi yang tidak layak. Keadaan yang dialami para korban ini sangat sulit sekali, mereka menjalani hari-hari dengan keadaan yang begitu susah dimana mereka susah mendapatkan bahan makanan, air bersih, sarana pendidikan bagi anak-anak sekolah dan terutama mereka harus saling berbagi dengan para sesama pengungsi. Keadaan seperti ini diperparah dengan adanya konflik horizontal antar pengungsi karena kadang-kadang mereka kekurangan bahan makanan dan kebutuhan hidup yang lain, sehingga dengan keadaan seperti ini para korban mengalami tekanan mental yang membuat mereka menjadi mudah marah dan sangat mudah diprovokasi. Hal ini ditambah proses ganti rugi dan penanganan korban yang terkesan asal-asalan membuat nasib para  korban bencana menjadi tidak menentu.
Kondisi yang dialami para korban di pengungsian tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Para korban hidup dengan keadaan yang tidak layak, banyak korban bencana yang mengalami gangguan mental, trauma dan keputusasaan tentang nasib mereka. Trauma dan gangguan mental yang dialami beberapa warga korban bencana ini kurang diperhatikan oleh pemerintah dan pihak lapindo. Keadaan para korban ini sering memicu demontrasi yang menjurus kepada aksi anarkis oleh korban bencana seperti Pemblokiran jalan yang beberapa kali dilakukan oleh para korban menuntut ganti rugi yang sesuai dari PT Lapindo.
Pada proses ganti rugi ini pihak lapindo terkesan berbelit-belit dan berusaha memanfaatkan celah untuk menghidari tanggung-jawab mereka. Setelah beberapa saat bencana ini tidak dapat diatasi lapindo langsung mengumumkan kebangkrutan mereka. Kemudian dalam proses ganti rugi bencana ini wilayah disekitar bencana dipetakan menjadi wilayah terdampak dan wilayah tak terdampak, dimana ganti rugi hanya akan diberikan bagi wilayah terdampak saja. Kebijakan ini mendapat protes keras dari berbagai kalangan terutama para korban bencana. Kebijakan ini dalam prosesnya juga mengalami penyimpangan, dimana ada suatu daerah yang wilayahnya jelas-jelas terkubur oleh lumpur namun tidak masuk wilayah terdampak. Sampai sekarang proses ganti rugi ini tidak berjalan dengan baik, dan dalam prkteknya sering terjadi penyimpangan demi kepentingan golongan tertentu.
Pada akhirnya kasus bencana lumpur lapindo ini menunjukan beberapa hal yang seharusnya ditangani secara serius oleh pemerintah, yakni pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Lapindo sebagai kontraktor pengeboran yang telah melakukan kelalaian sehingga menimbulkan bencana. Proses penanganan korban yang amburadul dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat, dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat yang tekena bencana dan disekitar bencana yang tidak dikaji secara mendalam dan sikap yang ditunjukan oleh para pengusaha dan kaum kapitalis yang hanya mementingkan kepentingan masing-masing yang seharusnya dapat menjadi kajian pemerintah tentang sistem ekonomi yang baik bagi bangsa ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar